Ah, mereka membuat saya senyum seperti orang bodoh!

Assalamu Alaikum

Ada banyak hal yang ingin saya ceritakan minggu ini. Tentang mid yang hancur, tentang semangat yang timbul tenggelam, tentang hal-hal yang memberatkan. Ah, sudahlah tentang semua itu. Saya ingin kalian tahu ada hal yang membuat saya senyum-senyum seperti orang bodoh seharian.

Untuk suatu keperluan, Kamis kemarin, saya bersama Iwan dan Tari sepakat bertemu di Gunung Sari jam 2. Di sana kami lebih banyak mengelilingi psikologi. Ini kedua kalinya saya datang ke Psikologi. Gedung-gedung yang didominasi warna orange ini tampak begitu cantik untuk ukuran "bangunan belum jadi". Masih banyak bangunan yang belum selesai. Hampir pukul lima, saya ingat betapa adik saya menginginkan saya melihatnya yang sedang berkemah di Benteng Somba Opu.

"Pulang mko dulu ambil bajunya ade'mu. Nanti ketemuan di kampus atau di kosannya Pimen itu gampangmi diatur. Yang jelas sama jki ke Benteng nanti" kata Iwan
"Iya, pulangmo dulu.", lanjut Tari saat saya khawatir tidak bisa melihat adik saya.

Entah. Ada perasaan haru yang muncul saat mereka mengatakan hal itu dengan agak memaksa. Mereka perhatian. Pergi ke Benteng itu keperluan saya, saya ingin menjenguk adik saya yang sudah berkemah seminggu di sana. Dalam hati pun, saya berharap mereka bisa ikut.

"Iya mauka'-mauka'", kata Tari saat saya menanyakan ingin juga ikut ke Benteng melihat adik saya atau tidak.

Sempat sebelum ke Benteng, Iwan memberi tahu saya Ria kecelakaan. Benar-benar membuat kaget.
Di depan kos Inggit, yang malam itu baru saya tahu rumah itu kosannya Inggit, teman-teman dari ICP B berkumpul. Sepertinya mereka ingin menjenguk Ria. Tentu saja kami bertiga ingin ikut. Jadilah kami meminimalisir waktu di Benteng agar cepat sampai di Rumah Ria.

Kami bertiga ke Benteng. Tari dan Iwan menemani saya pergi ke sana walau tidak tahu persis di mana lokasi kemah adik saya.
Setelah bertanya di sana-sini, kami akhirnya menemukan lokasi kemah adik saya. Ramai. Tentu saja. Ah, menyenangkan pasti ikut kegiatan begini. Tidak bisa berlama--lama di sana. Saya ingin melihat keadaan Ria. Hanya setelah saya mawanti-wanti adik saya, kami langsung meluncur ke Rumah Ria.

"Assalamu alaikum! Yo-Ho!", sapa saya saat baru tiba di rumah Ria. Si Tari masih telponan sama Awal yang sudah ada duluan di rumah Ria. Suara Tari yang masih naik tangga kedengaran dari dalam rumah Ria. (--,)
"Iya, iya di tangga mka'", katanya dengan logat soppeng khasnya.

Saya senang saat berkumpul seperti ini. Entah mengapa. Ada rasa yang tidak bisa digantikan daripada bertemu karena kuliah.

"Saya kan, perempuan. Anggap sai ka' sekali-sekali perempuan." 
"Saya suka perempuan yang tidak terlalu kalem kayak kau.", kata Abdul saat saya protes ke Yusran tentang siapa yang lebih jauh rumahnya. Ah, jangan salah sangka. Bukan hal itu yang berkesan. Abdul juga sudah punya kekasih hati.

"Keren dijadikan sahabat", lanjut Abdul
Sesaat saya tersenyum lalu tiba-tiba jongkok frustasi. Artinya! Saya benar-benar belum bisa disukai sebagai perempuan yah. Hm.

Ah, apapun itu. Saya senang bisa dibilang keren jadi sahabat. Saya merasa dihargai sebagai teman. Itu bahkan sudah lebih dari membahagiakan.
Walau saya tau, teman-teman saya banyak yang belum berorasi di depan publik membela ini, belum menjadi aktivis-aktivis yang bijaksana, belum menjadi pemimpin-pemimpin banyak orang. Tapi, mereka peduli temannya. Mereka sudah punya modal untuk jadi orang besar. Saya yakin mereka bisa sukses di jalan mereka masing-masing.

Walau pagi ini, ada yang membuat saya patah hati. Mengingat hal ini saja sudah menyenangkan. Keberadaan saya berarti.
Seperi orang bodoh, saya masih tersenyum saat di jalan pulang.

*) Ah, iya. Saya sangat berharap bisa membawa teman-teman ICP A dan ICP B ke Bukit Manggarupi. Bukit kesukaan saya. Bukit yang memberikan keceriaan. Saya ingin mengajak kalian. Kalian semua. 

Comments

Popular Posts