Hey, Wal! Cepat Sembuh!
Assalamu Alaikum
Sepertinya
terlalu banyak tentangmu yang sudah ku tulis, Wal.
Tapi, tak ada salahnya, kan. Daripada ini, masih
(ada) lebih banyak lagi tulisan yang belum kau baca tentangmu. Tentang teman-teman. Tulisan-tulisan
yang belm pernah saya publish.
Saya tahu kau sedang sakit.
Terakhir kita ketemu saat Erick Ulang Tahun, 15
Januari 2014. Flu luar biasamu waktu itu menandakan tubuhmu tidak kuat lagi
menahan semuanya. Kau tahu, tubuhmu lemah. Tapi, kita berdua tahu kau tidak
selemah itu.
“Kecilnya itu temanmu. Sakit-sakit juga? Mirip ko.
Tapi, dia lebih bersemangat hidup.”
Mu tahu? Siapa yang bilang begitu? Itu Ibu yang
bilang. Ibu saya.
Di surat sebelumnya pernahka’ bilang kalau kau
rasanya jauuuh sekali. Bukan karena sikapmu. Tapi, bakatmu.
“Semakin ku kenal Awal, semakin jauuh ki ku rasa.”, pernah saya
bilang begini waktu kumpul-kumpul dengan teman-teman di jamur-jamur dekat
jurusan. Tidak pernah ko menyerah biar mu tahu ada kelemahanmu. Seperti Tari.
Mungkin di luar dia seperti rapuh, tapi sebenarnya dia orang yang kuat. Pernah,
saya menanyakan ke Tari,
“Apa ketakutan terbesarmu?”, Tari tidak langsung
menjawab. Justru, Erick yang menjawab. Saat itu, saya memang tidak hanya
bertanya ke Tari, tapi ke beberapa teman kelas juga.
“Sempit. Ruang yang sempit.”, jawab Erick ragu-ragu.
“Nda’ takut ko gagal?”, saya tanya mereka lagi.
“Kenapa harus takut gagal? Sering mki gagal dari
dulu, jadi nda’ perlu jki takut.”
Sesaat kemudian saya berhenti melakukan apa-apa. Saya
terkesan dengan apa yang Tari bilang. Tari benar.
Kau, Tari. Tidak. Bukan Cuma kau sama Tari. Teman
yang lain juga. Sekarang, saya sedang lupa alasan saya di sini. Saya tidak
sekuat kalian. Dibalik tampilan maskulin, saya lebih lemah dari kalian.
Sekarang kau
sakit. Bukan hanya sekarang. Sebelum-sebelumnya juga. Tubuhmu memang tidak
sebugar yang lain. Tapi, saya tahu semangatmu masih ada di situ.
Terakhir kita ketemu, hampir magrib di lab jurusan.
Kita shift bersama waktu itu. Saat mau pulang, saya kira kau mau merapikan ‘tali-tali
print yang rusak’. Ternyata, kau ingin bermain dengan tali-tali itu. Itu
seperti..melakukan hal yang tidak berguna. Bermain dengan tali-tali print. Tapi,
akhirnya saya ikut juga. Untuk hal yang
tidak berguna, kau terlalu berusaha keras untuk itu. Tapi ini menyenangkan!
Hari itu diakhiri dengan mengikat tali-tali print yang panjang ke pagar lab. “Pretty Fly”, tali-tali itu terbang ditiup angin.
You remind
me about myself in the past, Wal. Selalu tahu cara bersenang-senang walau
sedang sendiri.
Juga saat menunggu Kakak Sri Yunita yang saat itu
sedang mendownload anime seperti biasa di ruangan P3MP lantai satu jurusan.
Saya mengambil stempel kayu dan mulai mencap lengan kiri di sana-sini. Lalu,
kau melanjutkannya, stempel-stempel di kertas bekas. Setengah jam setelah
menggoda Kakak Sri Yunita, kau masih asik bermain dengan stempel kayu itu. Saya
sampai harus menegurmu supaya kau sadar saat itu sudah magrib. Benar kata Dian,
kau seperti anak-anak. (--,)
Tapi, tidak ketika kau sedang serius mengerjakan
sesuatu. Tugas, presentasi, bikin berita.. Saat serius, kau seperti bapak-bapak
yang tidak akan digaji jika tidak mengerjakan tugasnya dengan baik. (--.)
Oh, iya kalau
kau bisa hubungi Dian, kasih tau dia tentang hapeku yang hilang. Nda’ bisa ka’
hubungi ki.
Berapa lama kita tidak ketemu? Saya belum bisa
menghubungimu. Saya ingin menjengukmu. Kemarin malam..
Wal, kau suka martabak atau terang bulan?
Terang bulan saja, ya.
Tapi... Saya pulang saja, ya.
Iya, saya mengurungkan niat. Siangnya saat ke rumahmu
lagi (bersama teman-temanmu) kau sudah di Sudiang. Saya tidak bisa ikut ke
Sudiang bersama teman-temanmu.
Oh, iya! Bersyukurlah. Kau punya banyak teman yang
ingin menjengukmu sampai ke Sudiang walau harus menghadang hujan. Mereka
benar-benar peduli padamu.
Yah, saya bukan tipe orang yang bisa langsung bilang ‘Wal,
minum obat ini, Wal jaga kesehatanmu’, ‘Wal khawatir ka’!’. Cepat sembuh
sajalah! Terlalu lama berdiam diri di rumah bikin kita berpikir aneh-aneh.
Apalagi kalau sedang sakit.
“Tidak berguna ku jadi manusia.”
“Pantas jka’ berteman dengan mereka.”
“Apa yang sebenarnya ku cari ?”
"Nda' na peduli mka' mereka?"
"Kenapa terasa sepi?"
“Apakah arti hidup?”
“Kenapa ka’ di sini?”
Percayalah, yang negatif-negatif begitu cuma kita
sendiri yang bikin. Itu tidak benar. Bicara
memang gampang. Saya sendiri lebih sering begitu hohoh.. (--,) Tapi, instropeksi
diri saat sakit bagus juga, sih.
Genki desu yo!
Oh, iya! Besok, saya dan Iwan direkomendasikan jadi instruktur mahasiswa pascasarjana.
Doakan saya dan Iwan baik-baik saja. (--,)v
Permasalahannya toh, namanya Pipi' kayaknya susah sekali buat mengungkapkan apa yang sebenarnya mau diungkapkannya. Saya sendiri tergelitik dengan sikap "pemendam" itu... :) Tidak baik loh suka mengubur emosi/ perasaan yang sebenarnya mau disampaikan... Hehehe... ;)
ReplyDeleteIya sih kak tidak baik. Tapi, terkadang walaupun saya sudah bilang apa yang saya pikirkan, ada yang tidak paham dan tidak mengerti. Saya jadi lebih memilih untuk diam saja.
Delete:)
ReplyDeleteYusraaaaaaan
Delete